(abdi-husairi.blogspot.com)

Oleh Riyan Nuryadin

Pembumian wacana multikulturalisme pada ranah pendidikan formal (sekolah) dewasa ini semakin menggeliat. Maraknya gagasan multikulturalisme disertai dengan penyebaran isu pendahuluan berupa banyaknya peristiwa bentrokan dan konflik horizontal di tengah masyarakat. Berbagai pihak kemudian menyuarakan gagasan ini lebih keras dan diimplementasikan lebih dini dalam kurikulum pendidikan.

Lebih jauh lagi, kini, paham multikulturalisme mulai diintegrasikan pada ranah pendidikan agama. Alasannya –seperti dikemukakan dalam buku “Pendidikan Multikultural; Konsep dan Aplikasi, Pendidikan Agama Islam”– yang ada saat ini dianggap sudah tidak relevan dan telah gagal menciptakan harmoni kehidupan, bahkan menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat plural (Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, 2008:15).

Kementerian Agama RI pun telah menerbitkan buku berjudul “Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan SMK”  (selanjutnya disingkat Panduan Integrasi). Jika ditelisik lebih jauh, penanaman paham multikulturalisme –-apalagi dalam ranah Pendidikan Agama Islam-– sebenarnya belum didasari kajian dan penelitian yang  mendalam.  Sebab, dalam perspektif Islam, paham multikulturalisme itu perlu ditelaah secara kritis. Berikut ini sejumlah catatan kritis atas multikulturalisme.

Persoalan Makna Istilah

(libcom.org)

Multikulturalisme memiliki rentang definisi yang beragam. Mulai dari sekedar pengakuan terhadap realitas multikultural masyarakat dunia saat ini, upaya untuk menerima dan menghormati realitas itu, hingga pengertian yang merefleksikan relativisme kebenaran dan relativisme agama. Kecenderungan dominan dalam beberapa buku –semisal buku berjudul “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”– istilah ini merefleksikan relativisme kebenaran dan agama. Ini karena, multikulturalisme hakikatnya merupakan kelanjutan dari paham inklusivisme dan pluralisme agama (Baidhawy, 2005: 69 & 117).

Jika pada inklusivisme, integritas agama tertentu masih dipertahankan sekalipun ada pengakuan kebenaran pada yang lain, maka multikulturalisme dalam makna ini bergerak lebih jauh lagi: memungkinkan berbagi agama dengan yang lain. Dalam ide ini terkandung muatan sinkretisme agama. Bahkan,  bukan tidak mungkin,  memunculkan agama baru bernama multikulturalisme.

Kekeliruan Memahami Agama Islam

Konsep multikulturalisme mendudukkan Islam sebagai agama yang sama dan sederajat dengan agama yang lain, padahal Islam sebagai agama (ad-din) berbeda dengan agama-agama yang ada di dunia ini. Islam adalah satu-satunya agama wahyu, yang sampai sekarang orisinalitasnya terjaga. Dalam istilah Prof. Naquib al-Attas, “Islam is the only genuine revealed religion.” (Al-Attas, “Prolegomena to the Metaphysic of Islam”)

(crc.nsw.gov.au)

Islam bukan agama budaya dan bukan agama yang dihasilkan oleh proses evolusi budaya. Demikian pula sistem nilai dan sistem pemikiran Islam, bukan semata berasal dari unsur-unsur budaya dan folosofis yang dibantu sains, tetapi berasal dari wahyu sebagai sumbernya yang asli, dikonfirmasi oleh agama serta didukung akal dan intuisi. Islam sebagai agama final dan matang dari sejak diturunkannya, tidak mengenal adanya proses penyempurnaan.

Islam berbeda dengan agama-agama lainnya -terutama agama bumi- di dunia ini yang lahir dari sebuah evolusi. Sehingga, ketentuan-ketentuan yang sudah diatur Allah dan Rasul-Nya adalah ketentuan final sebagai syari’at hidup manusia menjalani penghambaan dan pengabdiannya kepada sang Khaliq, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Maidah (5) ayat 3. Sementara agama lain, hanyalah berupa pengalaman spiritual seseorang atau sekelompok orang dalam mencari sisi-sisi transenden untuk melengkapi kekosongan nilai spiritual yang ada dalam dirinya.

Islam juga bukan agama sejarah (historical religion). Islam adalah agama yang mengatasi dan melintasi waktu, karena sistem nilai yang dikandungnya adalah mutlak. Kebenaran nilai Islam bukan hanya untuk masa dahulu, namun juga sekarang dan akan datang. Nilai-nilai yang terdapat dalam Islam berlaku sepanjang masa. Islam memiliki pandangan-alam mutlaknya sendiri, yang berbeda dengan agama lain. Pandangan alam (worldview) ini meliputi persoalan ketuhanan, kenabian, kebenaran, alam semesta, dan lain sebagainya.

Kekeliruan Memahami Konsep-konsep Penting dalam Agama

(thisismyinspirationboard.blogspot.com)

Pemahaman keliru ini berimbas pada sikap yang tidak tepat, dalam mengatasi berbagai problema di masyarakat terkait kehidupan beragama. Konsep-konsep yang dipahami keliru itu, seperti konsep Tuhan, konsep Wahyu (Al-Qur’an dan Al-Hadits), konsep truth claim (klaim kebenaran agama), toleransi, agama sama dengan budaya, kalimatun sawa, dakwah Islamiyah, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, dalam pemahaman multikulturalisme, klaim kebenaran (truth claim) tidak boleh lagi digaungkan. Mereka beralasan bahwa klaim kebenaran merupakan puncak dari semangat egosentrisme, etnosentrisme, dan chauvinisme. Klaim kebenaran bagi paham ini, dianggap sebagai kelainan jiwa yang disebut narsisme (sikap membanggakan dan mengunggulkan diri). Sikap klaim kebenaran inilah –yang menurut kalangan penggagas pendidikan multikulturalisme– akan menghasilkan friksi di masyarakat dan menimbulkan konflik. (Choirul Mahfud,2009: 9).

Padahal dalam Islam, mengakui dan meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan mempersaksikan keyakinan tersebut dihadapan Allah SWT, juga di hadapan manusia lainnya adalah keniscayaan yang harus dilakukan. Selain sebagai bagian dari deklarasi kemusliman serta kesiapan untuk tunduk dan patuh, persaksian tersebut menjadi media dakwah pada manusia yang lain untuk sama-sama beriman dan berislam.

Islam mengajarkan prinsip hidup toleran, tanpa harus meniadakan kebenaran prinsip yang dipegang. Toleransi dalam Islam bukan berarti sepakat, setuju, membenarkan ajaran agama lain, melainkan menghormati pemeluk dan ajaran agama lain sesuai proporsinya. Proses saling menghargai dan menghormati ini, dilakukan sambil menegakkan prinsip ajaran agama, nilai-nilai agama, dan kewajiban berdakwah dalam bingkai-bingkai yang dianjurkan oleh agama itu sendiri. (Bersambung, insya Allah).

(Dikutip dari: http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=325:pendidikan-multikulturalisme-perspektif-islam/)